Tampilkan postingan dengan label Puisi Weni Suryandari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi Weni Suryandari. Tampilkan semua postingan

Taman Laut

Jumat, 25 Agustus 2017

Ke taman laut, air duka mengalir
terumbu karang pecah bergulir
Seorang penyelam berenang
membawa jantungku. Aku hilang sinar,
percakapan batin pudar

Basah tubuh basah hati, seperti sakit yang berpilin
Atas nama cemburu, rasa yang hampir kulupa
Perlahan bergantungan di ujung bulu mataku

Gelombang pecah berderaian, darah di nadi berkejaran
Pias wajah panas tatapan saat bulat wajah mawar
melambai padamu. Ombak mendebur-debur, dada berloncatan

“hanya namamu terukir di pasir, usirlah khawatir”

peluk aku sepenuh buih di lautan, kekasih
kita dua jiwa yang enggan lepas,
padam api di mataku, sehelai rambutmu
Jatuh di mimpiku

2014


(Puisi Weni Suryandari)

Seterusnya.. | komentar

Perempuan Perkasa

Minggu, 18 Juni 2017

Mencangkul angan terserak
Pada pelepah mati
Di tanah-tanah retak
Melepuh terpanggang matahari

Demi detak  waktu bergegas
Perempuan menanam perih
Sambil menelan keringat jerih
Menumpu sabar menanti tunas

Pada tanda-tanda zaman
Saat pria memakai kebaya
Perempuan memanggul beban
Payungi pria tak berdaya

Serupa tuan lindungi hamba sahaya
Lalu dogma ada di mana

Mei , 2009

Weni Suryandari (kompas.com)
Seterusnya.. | komentar

Qodar

Minggu, 22 Januari 2017

Ini bukan air mata yang semula kukira terbit
dari duka yang merapat di dermaga pertama
sebuah episode sedih saat tuntas purnama

Tetes hujan pun tak pernah melukai laut, kekasih!
Hanya gelombang buih yang kerap menjemput
pasir atau membentur karang di bibir pantai

Sementara kita begitu sibuk serupa angin limbubu
bertarung dalam jarak, memecahkan teka teki semu
tentang cincin bertuah atau perjalanan panjang
ribuan malam bersama suara angin dari Timur
yang sering hilang serapuh ingatanmu

Kini aku bertolak menuju samudera kesunyian
Bersama bangkai kenangan dalam gelap hujan
Maka selamat jalan kekasih, badai dan air mata

Sampaikan salamku pada tulisan lauh mahfuzh
yang menjadi takdirku saat tanah memangsaku
menjadi belatung atau kunang kunang
                 teka-teki kita yang kelak telanjang

2016


weni suryandari


Seterusnya.. | komentar

Rumah Lupa

Selasa, 17 Januari 2017

Kita berjalan di dua arah berbeda
Seperti pengembara tersesat yang mencari
Kesetiaan malam di lubuk-lubuk pagi hari
Ini bukan sebuah mimpi buruk, menantang
nyali dalam berbagai peristiwa nyeri

Kulintasi kota-kota yang muram
cuaca menggiring daun-daun rontok
dari kepalamu yang penuh selidik
mencekam kehidupan  masa lalu

Aku berlari dari jurang di antara dua kaki angin
Bersisian dengan bayang-bayang wajahmu
Barangkali perlu kuhancurkan dulu seluruh ingatan
;supaya lupa menjadi rumah kita

2016


(Weni Suryandari)

Seterusnya.. | komentar

Puisi dan Secangkir Kopi

Sabtu, 31 Desember 2016

Petang yang remang, aromamu membentuk bayang
1)
Seorang lelaki menulis puisi untuk kekasihnya
Tentang kenangan sekental rasa kopi arabica
di lidah para pecinta, ketika asmara penuhi dada
2)
Pelukan hangat mengaliri urat-urat malam,
menggeluti kesepian dalam jeda pertemuan
dan puisi cinta yang likat menarikku seketat
penutur pujangga pemuja keluhuran samadi suci
3)
Kita tak tahu, aroma bunga atau buahkah yang berjaga-jaga
Seperti pikiran yang menyelinap tentang bulan tembaga
Saat kafein menyesap di kepala, metafora bunga kastuba
bermekaran sepanjang taman puisi
4)
seharum bubuk kopi, semanis itulah perjalanan kenangan
Saat dingin cuaca, kucari bayangmu dalam secangkir kopi
bersama ciuman  yang terlukis dalam udara petang

2016


Weni Suryandari
Seterusnya.. | komentar
++++++

Solilokui

Sekilas Penyair

Marlena
 
Fõrum Bias : Jalan Pesona Satelit Blok O No. 9 Sumenep, Jawa Timur; email: forumbias@gmail.com
Copyright © 2016. Perempuan Laut - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger