Home » » Batman Teacher, Kumpulan Cerpen Sang Guru Widayanti

Batman Teacher, Kumpulan Cerpen Sang Guru Widayanti

Sang penulis Widiyanti dan bukunya

Sebuah Hantaran

Kegiatan menulis pada hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur, sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca atau penikmat. Sebuah tulisan dikatakan baik dan menarik apabila tulisan yang disampaikan jelas dan bermakna serta memenuhi kaidah gramatika. Jadi kemampuan menulis seseorang merupakan kemampuan untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Hal ini tentu berlaku pada tulisan apa saja, termasuk didalamnya menulis cerita.

Banyak orang yang pandai bercerita secara lisan, namun kerap mengalami kesulitan saat ingin menuliskan ceritanya menjadi sebuah karya tulis,  sebagaimana yang ada dalam tulisan cerita pendek (cerpen). Hal itu terjadi mungkin karena orang tersebut tidak mengetahui dan menguasai keterampilan bercerita. Namun tidak sedikit pula kedua keinginan tersebut dimiliki seseorang, trampil menulis cerita dan bahkan menceritakan dalam bahasa lisan.

Pada saat ini menulis cerpen dapat dilakukan oleh berbagai kalangan misalnya para artis yang sibuk, para aktifis dan atau siapa saja yang memiliki kemampuan menulis cerita, termasuk dilakukan oleh para guru. Menulis cerpen sangat bermanfaat, karena diantaranya melepaskan beban fikian kedalam sebuah cerita, mengeluarkan unek – unek dari dalam hati dan mampu membebaskan permasalahan kedalam bentuk karya sastra. Namun banyak orang yang mengalami kesulitan saat ingin melakukannya. 

Sesuai dengan sifatnya cerita yang pendek ini, bisa dan dapat dibaca dalam waktu singkat, kapanpun dan dimanapun mereka ada waktu luang. Diperjalanan, di rumah ataupun di ruang terbuka. Hal inilah yang menjadi pilihan para pembaca cerpen, karena saat membacanya tidak perlu tempat tersendiri dan tidak membebani pikiran.

Salah orang guru yang juga cerpenis mencoba mengelaborasi pengalaman pribadinya ke dalam sebuah cerita pendek. Widayanti, S.Pd, yang kini berprofesi sebagai guru SDN Kapedi 1 Kecamatan Bluto, Sumenep, Madura ini mencoba menuangkan imaji kreatifnya dalam buku kumpulan cerpen Batman Teacher. Judul buku ini menjadi pilihan karena “batman” dan “teacher” mempunyai makna tersendiri bagi dirinya lantaran terkait proses kreatifnya pada saat ia bertugas di SDN Kalowang V   (desa Kalowang) wilayah kecamatan Gayam, Pulau Sepudi, Sumenep.

Batman (pada walnya The Bat-Man) adalah tokoh fiksi pahlawan super yang diciptakan oleh seniman Bob Kane dan ditulis  Bill Finger dan diterbitkan oleh DC Comics. Tokoh ini pertama muncul di Detective Comics #27 (Mei 1939). Identitas asli Batman adalah Bruce Wayne, seorang pengusaha yang kaya raya. Nama Bruce Wayne itu sendiri diambil dari nama tokoh sejarah, yaitu Robert the Bruce dan Anthony Wayne.

Batman beroperasi di Gotham City, dibantu oleh Alfred Pennyworth (butler) dan rekannya Robin. Tidak seperti pahlawan super kebanyakan, dia tidak memiliki kekuatan super, ia hanya menggunakan intelegensi, keterampilan sebagai detektif, ilmu pengetahuan dan teknologi, kekayaan, ketangkasan fisik, dan intimidasi dalam memerangi kejahatan. (Wikipedia)

Kisah Batman inilah yang menjadi inspirasi Widayanti Rose kemudian disinergikan dengan latar dan tempat ia bergumul dalam kehidupannya saat di Kalowang. Kalowang mempunyai arti (Madura) kelelawar besar, merupakan makhluk yang sangat menarik dan memiliki kemampuan  indera yang luar biasa dalam penentuan arah, khususnya kemampuan mengindera tempat dan benda dengan suara yang terpantul.

Jadi Batman Teacher dalam  buku cerpen ini akan menjadi sumber inspirasi bagi pembaca, bukan hanya pada kisah yang dituangkan, tapi lebih tajam lagi bagaimana cerita ini menjadi  gerak yang dihidupkan oleh penulisnya. Gerak seorang guru yang telah menautkan kehidupan dalam gerak berjuang dan perjuangan. Tentu suka dan duka akan menjadi ramuan manis tapi romantis dalam sebuah perjalanan panjang dalam kehidupan anak manusia.  Barangkali tulah realitas seorang bila tertambat dalam sebuah pertanggung jawaban pada lingkungan dan dunia masa yang akan datang.

Cerpen ini cukup menarik untuk disimak, juga bisa menjadi tuntutan bagi pembaca, karena dengan sadar kita membaca cerpen ini, akan melahirkan ketidak-sadaran bahwa sebenarnya kita telah masuk dalam jiwa dan semangat tokoh cerita.

Tanpa listrik dan signal, bukan berarti harus selalu terbelakang. Itulah yang ada di benakku. Aku mau siswaku tidak jauh tertinggal, setidaknya dari SD sesama pulau. Mereka harus bisa bersaing dengan siswa di pinggiran. Harus!”

Perbincangan tentang guru, siswa, gedung sekolah,  lingkungan dan sarana jalanan tampaknya menjadi sebuah penjelajahan cukup menarik, karena disini Widayanti Rose mencoba masuk ke sebuah wilayah yang tak mungkin menjadi mungkin. Itulah yang ingin ditampakan dalam cerita ini agar persoalan mengajar tidak tidak selalu bertumpu pada tempat dan waktu, namun juga termasuk ruang menjadi pilihan dari sebuah keberhasilan.

Ada 18 cerpen yang disuguhkan dalam buku ini, yang diawali dari perjuangan awal sebelum memasuki dunia sekolah sampai masuk dalam sebuah proses panjang dari kehidupan seorang guru yang bergerak dan berkembang dalam satu wilayah jauh dari lingkungan keluarga,  itu hal yang unik dan menarik. 

"Mak, aku berangkat tesan ya. Doakan aku" kataku pada emak saat berpamitan untuk ikut tesan CPNS 2008 lalu. 

Sebagai pengalaman pribadi, penulis tidak merasa canggung dengan menceritakan apa adanya, bahkan dengan terbuka menunjukkan  dan menjelaskan yang tampak maupun yang tak tampak dalam plot ceritanya. Menurut saya ini merupakan sebuah pengembaraan jati diri yang demikian sublim dan mampu membangkitkan kedahsyatan, keharuan, bahkan kegelisahan. Meskipun yang sesungguhnya terjadi, tentu, bisa tak sesederhana itu.

Inilah realitas yang telah dijalani oleh sang penulis. Realitas diri maupun realitas pada sebuah wilayah yang disebut “pulau”. Pemahaman “pulau” tak lebih dari sebuah pulau kecil dalam wilayah kepulauan, dan barang tentu latar kehidupan masyarakat sekitarnya masih menganut paham tradisional, sederhana,  bersahaja dan mungkin masih terbelakang dalam menjangkau kehidupan seperti masyarakat perkotaan. Namun Widiyanti Rose justru makin tertantang dan membuktikannya kepada siang pembaca.

Demikian sekedar hantaran saya serta,  mudah-mudahan buku ini menjadi pintu lebar dalam memasuki dunia kreatifitas yang lebih dahsyat lagi. Amin

Lilik Rosida Irmawati
Ketua Rumah Literasi Sumenep

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

++++++
 
Fõrum Bias : Jalan Pesona Satelit Blok O No. 9 Sumenep, Jawa Timur; email: forumbias@gmail.com
Copyright © 2016. Perempuan Laut - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger